A.
Morfologi
Sebagai Cabang Ilmu Lingustik
Morfologi berasal dari kata Morphologie (bahasa Yunani) yang
terbentuk dari kata morphed (bentuk) dan logos (ilmu). Seperti fonologi
merupakan cabang linguistik yang mengidentifikasikan satuan-satuan bahasa
sebagai bunyi, maka cabang yang namanya morfologi” mengidentifikasikan
satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal (Verhaar, 2001:97).
Morfologi adalah cabang linguistik yang mengidentifikasi satuan-satuan
dasar bahasa sebagai satuan gramatikal. Morfologi mempelajari seluk-beluk
bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan
dan arti kata. Morfologi mengenal satuan gramatikal terkecil, yaitu morfem,
wujud lahirnya, jenisnya, hubungannya dengan kata, serta makna gramatikalnya.
- Morfologi adalah ilmu bahasa tentang seluk-beluk bentuk kata (struktur kata)
Sumber: Zaenal Arifin dan Juaiyah “Morfologi: Bentuk,
Makna, dan Fungsi”
- Morfologi adalah cabang linguistik yang mengidentifikasi satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal.
Sumber: J. W. M. Verhaar “Asas-Asas Linguistik Umum”
- Morfologi adalah bidang linguistik yang mempelajari susunan bagian-bagian kata secara gramatikal.
Sumber: J. W M. Verhaar “Pengantar Linguistik”
- Menurut Ramlan (1978:2) Morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau mempelajari seluk beluk struktur kata serta pengaruh perubahan-perubahan struktur kata terhadap golongan dan arti kata.
- Menurut Nida (1974: 1) menyatakan bahwa morfologi adalah suatu kajian tentang morfem-morfem dan penyusunan morfem dalam rangka pembentukan kata.
Sumber: Syahwin Nikelas “Pengantar Linguistik Untuk
Guru Bahasa”
- Menurut Crystal (1980: 232-233) morfologi adalah cabang tata bahasa yang menelaah struktur atau bentuk kata, utamanya melalui penggunaan morfem.
- Menurut Bauer (1983: 33) morfologi membahas struktur internal bentuk kata.
- Menurut Rusmaji (1993: 2) morfologi mencakup kata, bagian-bagiannya, dan prosesnya.
- Menurut O’Grady dan Dobrovolsky (1989: 89-90) morfologi adalah komponen kata bahasa generatif transformasional (TGT) yang membicarakan tentang struktur internal kata, khususnya kata kompleks.
Sumber: Abdul Muis Ba’dulu dan Herman “Morfosintaksis”
B.
Morfem
1.
Pengertian
Menurut Bloomfield, morfem adalah satu bentuk bahasa
yang sebagiannya tidak mirip dengan bentuk lain manapun juga, baik bunyi maupun
arti, adalah bentuk tunggal atau morfem (dalam Jos Daniel Parera, 1988:14).
Jadi, morfem adalah unit terkecil dalam bahasa sebagai unsur pembentuk kata
yang bersifat abstrak. Dalam Bahasa Indonesia, morfem bisa berupa imbuhan atau
kata yang bisa berdiri sendiri tanpa adanya imbuhan. Namun, ada morfem yang
harus bergandeng dengan imbuhan.
2.
Identifikasi Morfem
Menurut I.G.N. Oka (1994:162-163) identifikasi morfem
dilakukan dengan cara membanding-bandingkan bentuk yang terdapat pada dalam
deret morfologis. Dengan cara membanding-bandingkan, maka dapat
diidentifikasikan bahwa bentuk-bentuk yang berulang itu adalah realisasi suatu
morfem. Jika bentuk-bentuk sudah dibandingkan, selanjutnya adalah menentukan
identitas morfem berdasarkan bentuk-bentuk yang sudah dibandingkan. Untuk menentukan bahwa sebuah satuan bentuk merupakan morfem atau
bukan kita harus membandingkan bentuk tersebut di dalam bentuk lain. Bila
satuan bentuk tersebut dapat hadir secara berulang dan punya makna sama, maka
bentuk tersebut merupakan morfem. Dalam studi morfologi satuan bentuk yang
merupakan morfem diapit dengan kurung kurawal ({ }) kata kedua menjadi {ke} +
{dua}.
Menurut Samsuri (dalam I.G.N. Oka, 1994:163-172) ada 2
kategori prinsip dalam penentuan morfem, yaitu prinsip utama dan prinsip
pelengkap. Prinsip utama, yaitu :
a. Bentuk yang
berulang memiliki pengertian yang sama dan merupakan hasil realisasi dari
sebuah morfem yang sama. Misalnya kata {muslimin}, {muslima:ni}, dan
{muslimu:na} merupakan hasil realisasi dari morfem {muslimin} yang berarti
orang muslim. Sedangkan {muslima:ni} berarti dua orang muslim dan kata {muslimu:na}
berarti orang-orang muslim.
b. Bentuk-bentuk yang
mirip dan memiliki makna yang sama, merupakan realisasi morfem yang sama
apabila dapat dijelaskan secara fonologis. Apabila bentuk yang dibandingkan
tidak sama, tetapi mirip dari segi fonologisnya dan memiliki makna yang sama,
maka prinsip ini dapat dilalui. Contohnya beberapa kata dalam bahasa jawa,
seperti {nggunting} yang berarti {menggunting}.
c. Memiliki bentuk
berbeda yang tidak dapat diterangkan secara fonologis, masih dianggap sebagai
realisasi morfem yang sama asalkan dapat dijelaskan secara morfologis.
Selain prinsip utama, terdapat pula 3
prinsip tambahan, yaitu :
a. Bentuk-bentuk
yang sebunyi merupakan realisasi morfem yang berbeda jika maknanya berbeda,
atau realisasi morfem yang sama jika maknanya yang sama atau berhubungan
diikuti oleh distribusi yang berlainan, atau realisasi morfem yang berbeda jika
maknanya berhubungan, tetapi distribusinya sama.
b. Sebuah kata
dinyatakan sebagai morfem jika dapat berdiri sendiri, merupakan perbedaan
formal dalam deret morfologis, dan terdapat dalam kombinasi dengan unsur yang
lain baik berdiri sendiri atau berkombinasi.
c. Apabila suatu
bentuk hanya memiliki sebuah kombinasi dengan bentuk lain, dan bentuk lain
tersebut berdiri sendiri atau berkobinasi dengan yang lain, maka bentuk
tersebut adalah realisasi sebuah morfem.
d. Jika dalam suatu
deret struktur terdapat perbedaan yang tidak berupa bentuk, tetapi berupa
“kekosongan”, kekosongan tersebut berlaku sebagai morfem jika kontras dengan
morfem yang lain, atau disebut dengan alomorf dari suatu morfem apabila
berurusan dengan alomorf-alomorf yang lain.
C. Morf dan Alomorf
Morf dan alomorf adalah dua buah nama untuk untuk sebuah bentuk yang sama.
Morf adalah nama untuk sebuah bentuk yang belum diketahui statusnya (misal: {i}
pada kenai); sedangkan alomorf adalah nama untuk bentuk tersebut
kalau sudah diketahui statusnya. Atau biasa dikatakan bahwa anggota
satu morfem yang wujudnya berbeda, tetapi yang mempunyai fungsi dan makna yang
sama dinamakan alomorf. Dengan kata lain alomorf adalah perwujudan konkret (di
dalam penuturan) dari sebuah morfem. Jadi setiap morfem tentu mempunyai
alomorf, entah satu, dua, atau enam buah.
Contohnya, morfem meN- (dibaca: me-nasal): me-, mem- men-, meny-,
meng-, dan menge-. Secara fonologis, bentuk me-
berdistribusi, antara lain, pada bentuk dasar yang fonem awalnya konsonan
/I/ dan /r/; bentuk mem- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem
awalnya konsonan /b/ dan juga /p/; bentuk men- berdistribusi pada bentuk
dasar yang fonem awalnya /d/ dan juga /t/; bentuk meny- berdistribusi
pada bentuk dasar yang fonem awalnya /s/; bentuk meng- berdistribusi pada
bentuk dasar yang fonem awalnya, antara lain konsonan /g/ dan /k/; dan bentuk menge-
berdistribusi pada bentuk dasar yang ekasuku, contohnya [menge]+[cat]= mengecat.
Bentuk-bentuk realisasi yang berlainan dari morfem yang sama tersebut
disebut alomorf.
D.
OBJEK KAJIAN MORFOLOGI
Objek
kajian morfologi adalah satuan-satuan morfologi, proses-proses morfologi, dan
alat-alat dalam proses morfologi itu. Satuan morfologi adalah;
- Morfem. (akar atau afiks).
a.
Pengertian
Satuan
gramatikal terkecil yang dimiliki dalam makna (Chaer 2008:13)
b.
Contoh
Dalam
bentuk berpakaian dapat dianalisis kedalam satuan-satuan terkecil.
Menjadi {ber-}, {pakai}, dan {-an}. Ketiganya juga memiliki makna. Morfem
{ber-} dan morfem {-an} memiliki makna gramatikal, sedangkan morfem {pakai}
memiliki makna leksikal. (Chaer 2008:13)
- Kata.
Lalu,
proses morfologi melibatkan komponen;
- Dasar (bentuk dasar).
Bentuk
dasar adalah nentuk yang kepadannya dilakukan prose morfologi itu. Bentuk dasar
itu dapat berupa akar seperti baca, pahat, dan juang pada kata membaca,
memahat, dan berjuang. Dapat berupa bentuk polimorfemis seperti bentuk
bermakna , berlari, dan jual beli pada kata kebermaknaan, berlari-lari,
dan berjual beli. (Chaer 2008:26)
- Alat pembentuk (afiks, duplikasi, komposisi, akronimisasi, dan konversi).
Dalam proses afiksasi sebuah afiks diimbuhkan
pada bentuk dasar sehimgga hasilnya menjadi sebuah kata. Umpamanya pada dasar
baca diimbuhkan afiks me- sehigga menghasilkan kata membaca yaitu sebuah verba
transitif aktif; pada dasarjuang diimbuhkan afiks ber- sehingga menghasilkan
verba intransitif berjuang.
Berkenan
dengan jenis afiksnya, biasanya proses afiksasi itu dibedakan atas prefiksasi,
yaitu proses pembunuhan prefiks, konfiksasi yakni proses pembunuhan konfiks,
sufiksasi yaitu proses pembunuhan sufiks dan infiksasi yakni proses
infiks.hanya perlu dicatat dalam bahasa indonesia proses infksasi sudah tidak
produktif lagi. Dalam hal ini perlu juga diperhatikan adanya klofiksasi, yaitu
kelompok afiks yang proses afiksasinya dilakukan bertahab. Misalnya pembentukan
kata menangisi , mula-mula pada dasar tangis diimbuhkan sufiks –i; setelah itu
baru dibubuhkan perfiks me-. (Chaer 2008:27)
Proses
perfiksasi dilakukan oleh perfiks ber-,me-,di-,ter-,ke, dan se-; infiksasi
dilakukan oleh infiks –el-, -em-, dan –er-; sufiksasi dilakukan sufiks –an,
-kan, dan –i; sedangkan konfiksasi dilakukan oleh konfiks pe-an, per-an ke-an,
se-nya, dan ber-an (ada yang bukan konfiks). Namun, perlu dicatat ada afiks
yang cukup produktif, yaitu prefiks ter-, sufiks –kan, sufiks –i, dan sufiks
–an; dan juga ada yang tidak produktif lagi, yaitu infiks –el-, -em-, dan –er-.
(Chaer 2008:27)
Alat
pembentuk kedua adalah pengulangan bentuk dasar yang digunakan dalam proses
reduplikasi. Hasil dari proses reduplikasi ini lazim disebut dengan istilah
kata ulang. Secara umum dikenal adanya tiga macam pengulangan , yaitu
pengulangan secara utuh, pengulangan dengan pengubahan bunyi vocal maupun
konsonan, dan pengulangan sebagian. (Chaer 2008:28)
Alat
pembentuk ketiga adalah penggabungan sebuah bentuk pada bentuk dasar yang ada
dalam proses komposisi. Penggabungan ini juga merupakan alat yang banyak
digunakan dalam pembentukan kata karena banyaknya konsep yang belum ada
wadahnya dalam bentuk sebuah kata. Misalnya, bahasa indonesia hanya punya
sebuah kata untuk untuk berbagai macam warna merah. Oleh karena itulah dibenuk
gabungan kata seperti merah jambu, merah darah, dan merah bata. (Chaer 2008:28)
Alat
pembentukan keempat adalah abreviasi khusus yang digunakan dalam proses
akronomisasi. Disebut abreviasi khusus karena semua abreviasi menghasilkan
akronim. Abreviasi dari bentuk Sekolah Menengah Atas menjadi SMA adalah bukan
akronim; tetapi hasil abreviasi dari Jakarta Bogor Ciawi menjadi Jagorawi
adalah akronim. (Chaer 2008:28)
Alat
kelima dalam pembentukan kata adalah pengubahan status dalam proses yang
disebut konversi. Misalnya, bentuk gunting yang berstatus verba, seperti dalam
kalimat “gunting dulu baik-baik, nanti baru dilem”. (Chaer 2008:28)
- Makna gramatikal
Makna gramatikal adalah makna yang
berubah-ubah sesuai dengan konteks
pemakainya. Kata ini sudah mengalami
proses gramatikalisasi, baik pengimbuhan,
pengulangan, ataupun pemajemukan
Contoh:
Berlari = melakukan aktivitas
Bersedih = dalam keadaan
Bertiga = kumpulan
Berpegangan = saling