Minggu, 25 September 2016

Hakikat morfologi dari berbagai pakar dan pengertian morfem.



A.    Morfologi Sebagai Cabang Ilmu Lingustik

Morfologi berasal dari kata Morphologie (bahasa Yunani) yang terbentuk dari kata morphed (bentuk) dan logos (ilmu). Seperti fonologi merupakan cabang linguistik yang mengidentifikasikan satuan-satuan bahasa sebagai bunyi, maka cabang yang namanya morfologi” mengidentifikasikan satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal (Verhaar, 2001:97). Morfologi adalah cabang linguistik yang mengidentifikasi satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal. Morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata. Morfologi mengenal satuan gramatikal terkecil, yaitu morfem, wujud lahirnya, jenisnya, hubungannya dengan kata, serta makna gramatikalnya.
  1. Morfologi adalah ilmu bahasa tentang seluk-beluk bentuk kata (struktur kata)
Sumber: Zaenal Arifin dan Juaiyah “Morfologi: Bentuk, Makna, dan Fungsi”
  1. Morfologi adalah cabang linguistik yang mengidentifikasi satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal.
Sumber: J. W. M. Verhaar “Asas-Asas Linguistik Umum”
  1. Morfologi adalah bidang linguistik yang mempelajari susunan bagian-bagian kata secara gramatikal.
Sumber: J. W M. Verhaar “Pengantar Linguistik”
  1. Menurut Ramlan (1978:2) Morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau mempelajari seluk beluk struktur kata serta pengaruh perubahan-perubahan struktur kata terhadap golongan dan arti kata.
  2. Menurut Nida (1974: 1) menyatakan bahwa morfologi adalah suatu kajian tentang morfem-morfem dan penyusunan morfem dalam rangka pembentukan kata.
Sumber: Syahwin Nikelas “Pengantar Linguistik Untuk Guru Bahasa”
  1. Menurut Crystal (1980: 232-233) morfologi adalah cabang tata bahasa yang menelaah struktur atau bentuk kata, utamanya melalui penggunaan morfem.
  2. Menurut Bauer (1983: 33) morfologi membahas struktur internal bentuk kata.
  3. Menurut Rusmaji (1993: 2) morfologi mencakup kata, bagian-bagiannya, dan prosesnya.
  4. Menurut O’Grady dan Dobrovolsky (1989: 89-90) morfologi adalah komponen kata bahasa generatif transformasional (TGT) yang membicarakan tentang struktur internal kata, khususnya kata kompleks.
Sumber: Abdul Muis Ba’dulu dan Herman “Morfosintaksis”


B.     Morfem
1.      Pengertian
Menurut Bloomfield, morfem adalah satu bentuk bahasa yang sebagiannya tidak mirip dengan bentuk lain manapun juga, baik bunyi maupun arti, adalah bentuk tunggal atau morfem (dalam Jos Daniel Parera, 1988:14). Jadi, morfem adalah unit terkecil dalam bahasa sebagai unsur pembentuk kata yang bersifat abstrak. Dalam Bahasa Indonesia, morfem bisa berupa imbuhan atau kata yang bisa berdiri sendiri tanpa adanya imbuhan. Namun, ada morfem yang harus bergandeng dengan imbuhan.

2.      Identifikasi Morfem
Menurut I.G.N. Oka (1994:162-163) identifikasi morfem dilakukan dengan cara membanding-bandingkan bentuk yang terdapat pada dalam deret morfologis. Dengan cara membanding-bandingkan, maka dapat diidentifikasikan bahwa bentuk-bentuk yang berulang itu adalah realisasi suatu morfem. Jika bentuk-bentuk sudah dibandingkan, selanjutnya adalah menentukan identitas morfem berdasarkan bentuk-bentuk yang sudah dibandingkan. Untuk menentukan bahwa sebuah satuan bentuk merupakan morfem atau bukan kita harus membandingkan bentuk tersebut di dalam bentuk lain. Bila satuan bentuk tersebut dapat hadir secara berulang dan punya makna sama, maka bentuk tersebut merupakan morfem. Dalam studi morfologi satuan bentuk yang merupakan morfem diapit dengan kurung kurawal ({ }) kata kedua menjadi {ke} + {dua}.
Menurut Samsuri (dalam I.G.N. Oka, 1994:163-172) ada 2 kategori prinsip dalam penentuan morfem, yaitu prinsip utama dan prinsip pelengkap. Prinsip utama, yaitu :
a.       Bentuk yang berulang memiliki pengertian yang sama dan merupakan hasil realisasi dari sebuah morfem yang sama. Misalnya kata {muslimin}, {muslima:ni}, dan {muslimu:na} merupakan hasil realisasi dari morfem {muslimin} yang berarti orang muslim. Sedangkan {muslima:ni} berarti dua orang muslim dan kata {muslimu:na} berarti orang-orang muslim.
b.      Bentuk-bentuk yang mirip dan memiliki makna yang sama, merupakan realisasi morfem yang sama apabila dapat dijelaskan secara fonologis. Apabila bentuk yang dibandingkan tidak sama, tetapi mirip dari segi fonologisnya dan memiliki makna yang sama, maka prinsip ini dapat dilalui. Contohnya beberapa kata dalam bahasa jawa, seperti {nggunting} yang berarti {menggunting}.
c.       Memiliki bentuk berbeda yang tidak dapat diterangkan secara fonologis, masih dianggap sebagai realisasi morfem yang sama asalkan dapat dijelaskan secara morfologis.
Selain prinsip utama, terdapat pula 3 prinsip tambahan, yaitu :
a.       Bentuk-bentuk yang sebunyi merupakan realisasi morfem yang berbeda jika maknanya berbeda, atau realisasi morfem yang sama jika maknanya yang sama atau berhubungan diikuti oleh distribusi yang berlainan, atau realisasi morfem yang berbeda jika maknanya berhubungan, tetapi distribusinya sama.
b.      Sebuah kata dinyatakan sebagai morfem jika dapat berdiri sendiri, merupakan perbedaan formal dalam deret morfologis, dan terdapat dalam kombinasi dengan unsur yang lain baik berdiri sendiri atau berkombinasi.
c.       Apabila suatu bentuk hanya memiliki sebuah kombinasi dengan bentuk lain, dan bentuk lain tersebut berdiri sendiri atau berkobinasi dengan yang lain, maka bentuk tersebut adalah realisasi sebuah morfem.
d.      Jika dalam suatu deret struktur terdapat perbedaan yang tidak berupa bentuk, tetapi berupa “kekosongan”, kekosongan tersebut berlaku sebagai morfem jika kontras dengan morfem yang lain, atau disebut dengan alomorf dari suatu morfem apabila berurusan dengan alomorf-alomorf yang lain.
C. Morf dan Alomorf
Morf dan alomorf adalah dua buah nama untuk untuk sebuah bentuk yang sama. Morf adalah nama untuk sebuah bentuk yang belum diketahui statusnya (misal: {i} pada kenai); sedangkan alomorf adalah nama untuk bentuk tersebut kalau sudah diketahui statusnya. Atau biasa dikatakan bahwa anggota satu morfem yang wujudnya berbeda, tetapi yang mempunyai fungsi dan makna yang sama dinamakan alomorf. Dengan kata lain alomorf adalah perwujudan konkret (di dalam penuturan) dari sebuah morfem. Jadi setiap morfem tentu mempunyai alomorf, entah satu, dua, atau enam buah.
Contohnya,  morfem meN- (dibaca: me-nasal): me-, mem- men-, meny-, meng-, dan menge-. Secara fonologis, bentuk me- berdistribusi, antara lain, pada bentuk dasar yang fonem awalnya  konsonan /I/ dan /r/; bentuk mem- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya konsonan /b/ dan juga /p/; bentuk men- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya /d/ dan juga /t/; bentuk meny- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya /s/; bentuk meng- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya, antara lain konsonan /g/ dan /k/; dan bentuk menge- berdistribusi pada bentuk dasar yang ekasuku, contohnya [menge]+[cat]= mengecat. Bentuk-bentuk realisasi yang berlainan dari morfem yang sama tersebut  disebut alomorf.



D. OBJEK KAJIAN MORFOLOGI

Objek kajian morfologi adalah satuan-satuan morfologi, proses-proses morfologi, dan alat-alat dalam proses morfologi itu. Satuan morfologi adalah;
  1. Morfem. (akar atau afiks).
a.       Pengertian
Satuan gramatikal terkecil yang dimiliki dalam makna (Chaer 2008:13)
b.      Contoh
Dalam bentuk berpakaian dapat dianalisis kedalam satuan-satuan terkecil. Menjadi {ber-}, {pakai}, dan {-an}. Ketiganya juga memiliki makna. Morfem {ber-} dan morfem {-an} memiliki makna gramatikal, sedangkan morfem {pakai} memiliki makna leksikal. (Chaer 2008:13)
  1. Kata.
Lalu, proses morfologi melibatkan komponen;
  1. Dasar (bentuk dasar).
Bentuk dasar adalah nentuk yang kepadannya dilakukan prose morfologi itu. Bentuk dasar itu dapat berupa akar seperti baca, pahat, dan juang pada kata membaca, memahat, dan berjuang. Dapat berupa bentuk polimorfemis seperti bentuk bermakna , berlari, dan jual beli pada kata kebermaknaan, berlari-lari, dan berjual beli. (Chaer 2008:26)
  1. Alat pembentuk (afiks, duplikasi, komposisi, akronimisasi, dan konversi).
 Dalam proses afiksasi sebuah afiks diimbuhkan pada bentuk dasar sehimgga hasilnya menjadi sebuah kata. Umpamanya pada dasar baca diimbuhkan afiks me- sehigga menghasilkan kata membaca yaitu sebuah verba transitif aktif; pada dasarjuang diimbuhkan afiks ber- sehingga menghasilkan verba intransitif berjuang.
Berkenan dengan jenis afiksnya, biasanya proses afiksasi itu dibedakan atas prefiksasi, yaitu proses pembunuhan prefiks, konfiksasi yakni proses pembunuhan konfiks, sufiksasi yaitu proses pembunuhan sufiks dan infiksasi yakni proses infiks.hanya perlu dicatat dalam bahasa indonesia proses infksasi sudah tidak produktif lagi. Dalam hal ini perlu juga diperhatikan adanya klofiksasi, yaitu kelompok afiks yang proses afiksasinya dilakukan bertahab. Misalnya pembentukan kata menangisi , mula-mula pada dasar tangis diimbuhkan sufiks –i; setelah itu baru dibubuhkan perfiks me-. (Chaer 2008:27)
Proses perfiksasi dilakukan oleh perfiks ber-,me-,di-,ter-,ke, dan se-; infiksasi dilakukan oleh infiks –el-, -em-, dan –er-; sufiksasi dilakukan sufiks –an, -kan, dan –i; sedangkan konfiksasi dilakukan oleh konfiks pe-an, per-an ke-an, se-nya, dan ber-an (ada yang bukan konfiks). Namun, perlu dicatat ada afiks yang cukup produktif, yaitu prefiks ter-, sufiks –kan, sufiks –i, dan sufiks –an; dan juga ada yang tidak produktif lagi, yaitu infiks –el-, -em-, dan –er-. (Chaer 2008:27)
Alat pembentuk kedua adalah pengulangan bentuk dasar yang digunakan dalam proses reduplikasi. Hasil dari proses reduplikasi ini lazim disebut dengan istilah kata ulang. Secara umum dikenal adanya tiga macam pengulangan , yaitu pengulangan secara utuh, pengulangan dengan pengubahan bunyi vocal maupun konsonan, dan pengulangan sebagian. (Chaer 2008:28)
Alat pembentuk ketiga adalah penggabungan sebuah bentuk pada bentuk dasar yang ada dalam proses komposisi. Penggabungan ini juga merupakan alat yang banyak digunakan dalam pembentukan kata karena banyaknya konsep yang belum ada wadahnya dalam bentuk sebuah kata. Misalnya, bahasa indonesia hanya punya sebuah kata untuk untuk berbagai macam warna merah. Oleh karena itulah dibenuk gabungan kata seperti merah jambu, merah darah, dan merah bata. (Chaer 2008:28)
Alat pembentukan keempat adalah abreviasi khusus yang digunakan dalam proses akronomisasi. Disebut abreviasi khusus karena semua abreviasi menghasilkan akronim. Abreviasi dari bentuk Sekolah Menengah Atas menjadi SMA adalah bukan akronim; tetapi hasil abreviasi dari Jakarta Bogor Ciawi menjadi Jagorawi adalah akronim. (Chaer 2008:28)
Alat kelima dalam pembentukan kata adalah pengubahan status dalam proses yang disebut konversi. Misalnya, bentuk gunting yang berstatus verba, seperti dalam kalimat “gunting dulu baik-baik, nanti baru dilem”. (Chaer 2008:28)
  1. Makna gramatikal

Makna gramatikal adalah makna yang berubah-ubah sesuai dengan konteks
pemakainya. Kata ini sudah mengalami proses gramatikalisasi, baik pengimbuhan,
pengulangan, ataupun pemajemukan
Contoh:
Berlari = melakukan aktivitas
Bersedih = dalam keadaan
Bertiga = kumpulan
Berpegangan = saling